Sabtu, 21 Juli 2012

Panasilah Makanan, Bukan Teman Anda

Hari pertama Ramadhan tahun ini saya banyak menghabiskan waktu untuk membaca ayat suci Al-Quran bersama Mamah saya. Selebihnya saya gunakan waktu untuk membaca buku (re:Novel, bukan buku pelajaran >.<) atau sekedar mengecek timeline di twitter dan meng-update status. Hari ini saya membaca (kembali) buku dengan cover Pink yang berjudul "Don't Sweat the Small Stuff for Women" karangan Kristine Carlson. dan saya tertarik untuk menuliskan salah satu isi buku tersebut yang menurut saya sangat berguna untuk diri saya dan mungkin untuk anda di 'zaman' sekarang ini (Nyahahaha bahasanya, tapi bener lho ^^) pada bab 11, halaman 27 buku Kristine Carlson ini menjelaskan tentang Judul dari postingan ini *liat judul diatas lagi* hohooo

oke, langsung aja...
begini isinya,
"Seorang 'pemanas' yang memanasi sesuatu selain makanan adalah seseorang yang membangkitkan topik-topik emosional yang sudah di bahas, di selesaikan, atau sedag dalam proses penuntasan. Ia ingin menyalakan bara emosi dan membiarkannya tetap hidup agar bisa merasakan sesuatu kekacauan suatu konflik, jauh melampaui batas membantu. Pemanas bisa bersikap sangat halus; mereka sering terlihat seperti teman yang 'membantu' atau pendengar yang 'peduli'.

Ini sebuah contoh: Teman Anda, Joyce, datang dnegan sebuah masalah; ia mengetahui suaminya berselingkuh. Ia sakit hati, dan bisa dimengerti kalau ia membutuhkan dukungan anda, jadi tentu saja, Anda membiarkan ia mencurahkan perasaannya. Bersama belalunya waktu, kalian sering berbicara tentang suaminya dan tentang betapa brengseknya pria itu. Lalu, berbulan-bulan kemudian, Joyce dan suaminya Bruce mengikuti konseling, mencoba membangun kembali perkawinan mereka dan rasa percaya Joyce. Terjadi sesuatu yang aneh: Suatu hari anda bertemu Joyce dan ia benar-benar tersenyum. Anda mulai menanyakan kondisi hubungannya dengan Bruce. Ia memberitahu Anda bahwa hubungan mereka sekarang lebih baik. Anda berkata: "Bagaimana mungkin kau bisa mempercayainya ketika dia meninggalkan rumah?" Dengan menanyakan hal itu, Anda menyebrangi batas dari seorang teman yang mendukung menjadi seorang pakar pemenas emosi.

Memanasi juga bisa mengambil bentuk jauh lebih halus. Bukan hanya mengungkit-ungkit masalah besar, seperti perselingkuhan. Memanasi terjadi setiap kali kita mendorong seseorang untuk mandek dalam suatu masalah yang sudah menjurus ke arah penyelesaian yang sehat. Seolah kita mengatakan. "Jagan kaulepaskan! Kenapa kau ingin melakukannya? Ini sangat menyenangkan!"

Anda baru saja melepaskan suatu konflik kecil dengan tetangga Anda, ketika tetangga Anda yang lain terus-menerus mengungkit tentang betapa mengesalkannya orang itu, mendorong Anda untuk tetap berkubang dalam perasaan kesal Anda. Hal serupa juga terjadi di kantor. Seorang rekan kerja tak hentinya mengingatkankan bahwa Andalah, Bukan Gail, yang benar-benar layak mendapatkan pernghargaan atas gagasan hebat itu. Setiap kali ia mengatakannya, perut Anda meregang dan luka Anda terbuka lagi.

Yang perlu Anda ketahui adalah cara mengenali seseorang pemanas, dan juga cara untuk tidak menjadi seorang pemanas, selain pemanas makanan. Ketika ada orang lan yang memanasi Anda, Lihatlah itu sebagai kebiasaan yang tidak bisa menyakiti Anda kecuali Anda terlibat dalam percakapan itu atau ikut menghidupkannya. Satu cara sederhana untuk melepaskan diri adalah dengan mengingat bahwa Anda sudah melepaskan masalah itu, dan dengan mengatakan kepada sang pemanas.

Tidak perlu diragukan bahwa godaan untuk menjadi pemanas memang ada. Bahkan, saya mengakui bahwa saya sendiri pernah beberapa kali memanasi sesuatu yang bukan makanan. Namun, ini menimbulkan kecemasan dan stres yang sebenarnya tidak perlu. Jadi, ingatkan diri Anda bahwa memanasi orang akan merusak kedamaian batin dan penyelesaian masalah Anda sendiri. Hal ini sama saja memilih terlalu matang memasak santapan malam Anda--yang Anda peroleh akhirnya hanyalah sup gosong!"

Tulisan dari tanda kutip Bold awal sampai tanda kutip Bold yang terakhir tidak ada yang saya tambahkan atau kurangkan sedikitpun, begitulah isi dari bab 11 hal 27 buku tersebut. Sangat bermanfaat menurut saya (semoga) untuk yang membaca postingan ini juga, Kamu! ^^

Selamat menjalankan ibadah puasa, enjoy your beautiful life that you have and said Thanks to God :) remember: DON'T BE EVIL! ;)

Rabu, 18 Juli 2012

Kisah Sang Penari

Sebuah kisah untuk lelaki yang saya sayangi, Ilham Gumilang Syafei yang tampaknya sedang begitu khawatir dengan perkataan dan pikiran orang lain terhadapnya.

Ada seorang gadis muda yang sangat suka menari. Kepandaiannya menari sangat menonjol dibanding dengan rekan-rekannya sehingga dia seringkali menjadi juara di berbagai perlombaan yang diadakan. Dia berpikir, dengan apa yang dimilikinya saat ini, suatu saat apabila dewasa nanti dia ingin menjadi penari kelas dunia. Dia membayangkan dirinya menari di Rusia, Cina, Amerika, Jepang, serta ditonton oleh ribuan orang yang memberi tepuk tangan kepadanya.

Suatu hari, kotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari yang berasal dari luar negeri. Pakar ini sangatlah hebat dan dari tangan dinginnya telah banyak dilahirkan penari-penari kelas dunia. Gadis muda ini ingin sekali menari dan menunjukkan kebolehannya di depan sang pakar tersebut, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan menjadi muridnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil menjumpai sang pakar di belakang panggung, seusai sebuah pagelaran tari.

Si gadis muda bertanya,

“Pak, saya ingin sekali menjadi penari kelas dunia. Apakah Anda punya waktu sejenak, untuk menilai saya menari? Saya ingin tahu pendapat anda tentang tarian saya”.

“Oke, menarilah di depan saya selama 10 menit,” jawab sang pakar.

Belum lagi 10 menit berlalu, sang pakar berdiri dari kursinya, lalu berlalu meninggalkan si gadis muda begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Betapa hancur si gadis muda melihat sikap sang pakar. Si gadis langsung berlari keluar. Pulang ke rumah, dia langsung menangis tersedu-sedu. Dia menjadi benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata tarian yang selama ini dia bangga-banggakan tidak ada apa-apanya di hadapan sang pakar. Kemudian dia ambil sepatu tarinya, dan dia lemparkan ke dalam gudang. Sejak saat itu, dia bersumpah tidak pernah akan lagi menari.

Puluhan tahun berlalu. Sang gadis muda kini telah menjadi ibu dengan tiga orang anak. Suaminya telah meninggal. Dan untuk menghidupi keluarganya, dia bekerja menjadi pelayan dari sebuah toko di sudut jalan.

Suatu hari, ada sebuah pagelaran tari yang diadakan di kota itu. Nampak sang pakar berada di antara para menari muda di belakang panggung. Sang pakar nampak tua, dengan rambutnya yang sudah putih. Si ibu muda dengan tiga anaknya juga datang ke pagelaran tari tersebut. Seusai acara, ibu ini membawa ketiga anaknya ke belakang panggung, mencari sang pakar, dan memperkenalkan ketiga anaknya kepada sang pakar.

Sang pakar masih mengenali ibu muda ini, dan kemudian mereka bercerita secara akrab.

Si ibu bertanya,

“Pak, ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati saya. Ini tentang penampilan saya sewaktu menari di hadapan anda bertahun-tahun yang silam. Sebegitu jelekkah penampilan saya saat itu, sehingga Anda langsung pergi meninggalkan saya begitu saja, tanpa mengatakan sepatah katapun?”

“Oh ya, saya ingat peristiwanya. Terus terang, saya belum pernah melihat tarian seindah yang kamu lakukan waktu itu. Saya rasa kamu akan menjadi penari kelas dunia. Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-tiba berhenti dari dunia tari,” jawab sang pakar.

Si ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar.

“Ini tidak adil,” seru si ibu muda.

“Sikap Anda telah mencuri semua impian saya. Kalau memang tarian saya bagus, mengapa Anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menari beberapa menit. Anda seharusnya memuji saya dan bukan mengacuhkan saya begitu saja. Mestinya saya bisa menjadi penari kelas dunia. Bukan hanya menjadi pelayan toko!”

Si pakar menjawab lagi dengan tenang,

“Tidak… tidak, saya rasa saya telah berbuat dengan benar. Anda tidak harus minum anggur satu barel untuk membuktikan anggur itu enak. Demikian juga saya. Saya tidak harus menonton Anda 10 menit untuk membuktikan tarian Anda bagus. Malam itu saya juga sangat lelah setelah pertunjukkan. Maka sejenak saya tinggalkan Anda, untuk mengambil kartu nama saya, dan berharap Anda mau menghubungi saya lagi keesokan hari. Tapi Anda sudah pergi ketika saya keluar. Dan satu hal yang perlu Anda camkan, bahwa Anda mestinya fokus pada impian Anda, bukan pada ucapan atau tindakan saya. Lalu pujian? Kamu mengharapkan pujian? Ah, waktu itu kamu sedang bertumbuh. Pujian itu seperti pedang bermata dua. Ada kalanya memotivasimu, bisa pula melemahkanmu. Dan faktanya saya melihat bahwa sebagian besar pujian yang diberikan pada saat seseorang sedang bertumbuh hanya akan membuat dirinya puas dan pertumbuhannya berhenti. Saya justru lebih suka mengacuhkanmu, agar hal itu bisa melecutmu bertumbuh lebih cepat lagi. Lagipula, pujian itu sepantasnya datang dari keinginan saya sendiri. Tidak pantas Anda meminta pujian dari orang lain.”

“Anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah sepele. Seandainya Anda pada waktu itu tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap menari, mungkin hari ini Anda sudah menjadi penari kelas dunia. Mungkin Anda sakit hati pada waktu itu, tapi sakit hati Anda akan cepat hilang begitu Anda berlatih kembali. Tapi sakit hati karena penyesalan Anda hari ini tidak akan pernah bisa hilang selama-lamanya…”

Sayanng, Kita sendiri lah yang bertanggung jawab menumbuhkan rasa percaya diri, bukan orang lain, bukan siapa-siapa. Lebih baik sakit hati hari ini daripada datang penyesalan nanti. Tidak minder terhadap kualitas diri sendiri adalah modal dasar bagi perkembangan diri seseorang. Kamu memang tidak akan sekreatif orang lain karena kamu adalah pribadi yang unik. Rumput tetangga akan selalu terlihat lebih hijau karena yang kamu lakukan adalah membandingkan kekurangan diri kamu dengan kelebihan orang lain. Lakukan apa pun yang kamu merasa mampu, dan jadilah hebat, sehebat-hebatnya diri sendiri :'D

Caranya adalah dengan mengubah perspektif kamu dalam memandang masalah. Dari penjelasan kamu, yang kamu lakukan selama ini bukanlah fight, tetapi flight, kabur begitu saja dan mengkerdilkan diri kamu sendiri. Mulai sekarang, jika kamu ingin fight, fight lah. Dengan menghadapinya, bukan menyia-nyiakannya. Dengan menganggapnya tantangan, bukan halangan. Renungkan ini: Musuh terbesarku, pesaing terbesarku adalah diriku sendiri. Diriku yang selalu menurunkan target-targetku, yang selalu mengecilkan diriku sendiri, yang selalu merendahkan cita-citaku, maka akhirnya aku benar-benar hanya mengejar target-target yang lebih rendah.

Tanda-tanda seseorang ingin sukses adalah selalu bangkit di saat terjatuh dan selalu memiliki banyak cara untuk menciptakan masa depannya sendiri. Tidak peduli seberapa menderitanya dia, tidak peduli seberapa down-nya dia, jika dia memang tangguh, dia pasti bangun. Entah dengan kekuatan sendiri, atau dengan dukungan dari lingkungannya, termasuk Aku. Sayang, nonsense dengan keberhasilan orang lain. Kita hidup di dunia ini untuk bangkit mengalahkan diri sendiri, bukan untuk mengalahkan orang lain. Masing-masing dari kita memang saling berlari, tetapi di jalur kita masing-masing :)

-16

Minggu, 15 Juli 2012

Long Distance Relationship Video


me : *crying out loud.....*
Widiya Ningrum. Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

AmazingCounters.com

Instagram Shots


Instagram

Tumbler