Rabu, 12 Oktober 2022

Tahu diri

Halo! How's life? Good to see you again, my another side of mine.

Sudah 5 tahun saya tidak posting apapun di blog ini, tapi tidak dengan isi draftnya. seperti biasa, saya tidak tau tulisan ini akan saya posting atau tetap hanya akan berakhir menjadi tumpukan di draft seperti sebelumnya.

Pagi ini saya sampai kantor terlalu pagi seperti biasanya, biasanya saya gunakan untuk solat duha dan baca-baca postingan positif untuk menaikan mood, tapi hari ini saya memutuskan untuk membuka laman blog saya, membaca beberapa tumpukan draft, dan memutuskan untuk menuliskan ini.

Hari ini sudah bulan ke sepuluh di tahun 2022,
Postingan terakhir di post saat saya masih menjadi mahasiswa, saat saya merasa bahwa masalah terberat yang saya alami adalah ketika saya mendapat nilai yang kurang memuaskan, Saya yang masih sangat naif memandang dunia.
Saat ini, sudah tahun kedua saya menjadi seorang istri, yang bahkan tidak saya bagi ceritanya di laman ini. All ups and downs, tears, we are go through hell, and of course a real realtionship get through it. Insha Allah.

Tapi hari ini saya ingin bercerita tentang hal lain, karena saya sadar saya tidak akan mampu menyampaikan hal ini kepada orang yang tersebut secara langsung.

Dari dulu saya lebih tertarik dengan lelaki yang dominan, dengan yang public speakingnya bagus, leadershipnya baik, berwibawa, dsbnya. Tapi saat mencoba menjalani hubungan dengan lelaki dengan tipe seperti itu, saya kadang tidak nyaman. Saya juga baru menyadari biasanya lelaki yang dominan cenderung self-centred, jadi kadang saya merasa tidak didengarkan dan tidak se-berharga itu, dan ketika semakin dekat saya semakin menyadari bahwa mereka "problematic". Semakin dewasa, saya mulai belajar untuk membasuh luka masa lalu dan mulai menemukan jawaban kenapa saya tertarik dengan tipe laki-laki seperti itu. Ternyata, karena otak manusia menyukai sesuatu yang familiar, dan pria seperti itu yang seumur hidup saya ingin dan harapkan, sehingga (tanpa sadar) saya selalu mencari yang seperti itu ketika saya dewasa. 

Lalu, setelah menyadari bahwa keinginan dan kebutuhan adalah dua hal yang berbeda, saya mulai bertanya kepada diri sendiri, sebenarnya 'pria seperti apa yang sebenarnya saya butuhkan?' lalu bertemulah saya dengan suami yang secara kepribadian hampir berbeda 180 derajat dari apa yang saya inginkan. Namun, saya tahu dia aadalah orang yang saya butuhkan.

Beberapa minggu lalu ketika saya sedang merasa lelah sekali karena beberapa hal, saya mengajak suami diskusi dan dia tidak merespon sesuai dengan yang saya harapkan, akhirnya otak ini mulai mencari memori lama dan mulai membandingkan, "Coba kalau diskusi dengan si mantan gebetan pasti akan lebih seru". Akhirnya otak saya mulai membuat skenario "Kok dia ga asik ya? kok kayaknya dulu kalau ngobrol dengan mantan gebetan pasti seru", dan tentu saja otak yang terbiasa dnegan drama ini mulai ingin yang aneh-aneh, tapi berhasil saya redam. Semua aman, dan baik seperti biasa.

Hingga beberapa hari yang lalu, otak ini mulai penasaran untuk mencari jawaban kenapa saya sangat membutuhkan suami saya meskipun kita berbeda. Saya iseng bertanya pada suami saya "Kalau kamu punya tabungan cuma 10 juta, dan aku punya keinginan (bukan kebutuhan) yang udah lama banget aku mau, harganya 10juta juga, tapi menurut kamu itu mungkin nggak penting meskipun kamu tau aku sangat sangat ingin barang itu", tanpa perlu berpikir lama dia menjawab
"Kebahagiaan kamu itu penting buat aku, seperti mama dan papa yang sedari dulu selalu berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan kamu, maka sudah kewajiban aku sebagai seorang suami juga berusaha untuk memenuhi baik itu kebutuhan meupun keinginan kamu. Jadi kalau kamu memang bahagia kalau beli barang itu, berapapun harganya aku akan berusaha penuhi. Aku rela dan ikhlas ngasih tabungan aku sepenuhnya sama kamu, karena aku juga percaya kamu ga akan membeli sesuatu tanpa pertimbangan yang matang. aku percaya kamu akan membeli sesuatu yang kamu inginkan karena memang itu akan memberikan dampak baik kedepannya. aku percaya ayang" dia mengakhiri jawabannya dengan senyum yang menenangkan dan tatapan yang meneduhkan, aku percaya semua perkataannya tulus. itu sebabnya aku mencintainya meski kita berbeda.

Akhirnya saya mencoba menanyakan hal yang sama dengan cara berbeda kepada "mantan gebetan" yang tadinya membuat saya berpikir dia adalah lelaki yang saya menarik dan kami akan sangat cocok. Sudah 1 x 24 jam namun jawabannya tetap sama, apa yang saya dapatkan dari pertanyaan tersebut? Saya tidak mendapatkan jawaban, iya, saya tidak mendapatkan apa-apa. Pertanyaan tersebut tidak dijawab bahkan tidak dibaca. Mungkin terbaca, tapi dia (secara sadar) memutuskan untuk tidak menjawabnya. Akhirnya semuanya terjawab dengan jelas, aku yang terlalu berharap lebih selama ini. Aku kira aku berharga untuknya, aku kira dia benar menganggapku sebagai seorang sahabat, bukan hanya teman cerita saat butuh, tapi ada kasih sayang di dalamnya. tapi kenyataannya tidak begitu. Keinginanku bukanlah prioritasnya, karena memang dia tidak menganggapku sebagai seseorang yang penting bagi hidupnya. Aku bukan siapa-siapa baginya. 

Semenjak hari itu aku semakin tahu diri dan tahu posisi, aku juga semakin mengerti seperti apa itu cinta. 

Cinta bukan transaksi jual-beli yang hanya memikirkan untung dan rugi, dalam transaksi jual-beli kita dituntut untuk selalu mendapatkan untung dan tidak mau rugi, tapi hubungan keluarga, hubungan romantis, pertemanan maupun rumah tangga tidak seperti itu. Yang membuatnya tetap stabil adalah karena ada dua orang yang sama sama berusaha untuk  memberi dan menerima, bukan hanya mau menerima tanpa mau memberi. ketika yang satu sedang kosong, maka yang lain harus bersedia untuk berkorban memberikan sebagian miliknya, meskipun dengan pengorbanan itu kadang membuat kita sendiri tidak nyaman, tapi demi mengisi orang yang kita cintai, maka perasaan tidak nyaman itu akan tenggelam dengan rasa bahagia melihat mereka yang kita cinta bahagia. Itulah yang suami saya ajarkan secara tidak langsung, tanpa saya sadari sebelum kejadian ini terjadi.

Hai, kamu. Terima kasih karena sudah menjawab pertanyaanku dengan diam mu, pertanyaanku sudah terjawab dengan jelas tanpa harus dijelaskan. 

Doa terbaik untuk kamu. Selalu.

Selasa, 06 Juni 2017

Forgiveness.

"Sebab Dia selalu punya berbagai cara untuk membolak-balikkan hati manusiaNya. Dan membenci, sesungguhnya adalah racun yang perlahan mematikan hati. ikhlaskanlah lah nak, anak mama yang baik" - Mama
Saya selalu belajar untuk menahan diri dengan diam sambil belajar memaafkan, saya menghargai hubungan yang saya punya, yang sudah di bangun. Tapi kata-katanya benar-benar melukai hati saya. dan sialnya, saya adalah orang yang sangat sulit melupakan, terlebih lupa dengan hal - hal yang pernah menyakiti hati. yang membuat saya akhirnya sulit memaafkan.

Sekali lagi. Hari ini, saya semakin memahami–juga memaknai. Tentang alasan mengapa di dalam Al-Qur'an Allah menyuruh kita untuk memaafkan. Bukan meminta maaf. Dan benar saja, ternyata, memaafkan lebih sulit daripada meminta maaf. Jauh lebih sulit. sulit.
"Mintalah izin kepada Allah, mintalah bantuanNya, untuk meringankan dan mengikhlaskan semuanya, nak" terngiang lagi akan kata-kata mama di telepon saat itu
Sejak kemarin saya minta sama Allah. Supaya saya lebih ikhlas. Supaya saya bisa…mengikhlaskan semua perlakuan dan perkataannya kepada saya. Saya minta sama Allah untuk benar-benar memiliki hati yang baik, karena saya yang kemarin belum benar-benar baik kepada orang lain. Seolah memaafkan, tapi masih memupuk benci. dan ya, saya menyadari kalau memaafkan dan mengikhlaskan juga butuh diperjuangkan. :)


------------ Epilog -------------


Sejak kecil, manusia sudah diajarkan untuk menjunjung tinggi harga diri. Selayaknya mahluk yang tidak akan bisa menerima jenis-jenis penindasan. Hingga akhirnya setiap orang akan sibuk untuk tidak menerima dan membalas dendam sebagai bentuk defensif, hingga lupa bagaimana caranya memaafkan. Semahal itu, nilai maaf sekarang. Mungkin karena orang-orang sibuk berteriak bahwa maaf tidak akan cukup untuk mengobati hati yang telah retak, maaf tidak akan membuatnya utuh kembali. mungkin begitu, sama seperti saya sebelumnya.

Kecewa, marah, sedih, dan segala jenis emosi yang lainnya adalah manusiawi. Memaafkan dan mengikhlaskan adalah pilihan. Sebab memaafkan mampu menggerus ego-ego jiwa. Sebab memaafkan mampu menghapus kekhawatiran-kekhawatiran dan kegelisahan-kegelisahan hati. Sebab memaafkan mampu menghargai dan memberi kesempatan seseorang untuk merubah dirinya menjadi yang lebih baik lagi–kedepannya. Memaafkan dan mengikhlaskan memiliki kekuatan super.

Lantas pertanyaannya, kenapa sih kita sulit sekali memaafkan? Saya kira akar masalahnya sudah tentu ada di hati kita. Hati kita yang kurang lapang, sempit, keras, pengap, kurang ‘cahaya’ dan keadaan yang benar-benar membuat kita menjadi sosok yang sulit memaafkan. Padahal manusia itu ladangnya kesalahan. Bahkan diri kita sendiri sudah pasti pernah melakukan kesalahan bahkan menyakiti hati orang lain. Pada akhirnya kita kembali pada kenyataan kalau manusia tidak ada yang sempurna. Kalau mau tentu orang lain ingin sekali tidak berbuat salah, tapi pada suatu waktu orang tersebut berada pada titik khilafnya. Kita pun sama. Kadang kita suka menggerutu kepada orang yang melakukan kesalahan berulang-ulang. Menuduhnya tidak mau belajar, tidak bijak, dan tak sadar kita telah menganggap diri kita lebih baik darinya. Padahal kita bisa saja berlaku sama seperti orang itu di hadapan orang lain. Pada keadaan seperti inilah iman kita diuji ketahanannya, apa benar hati kita sudah terisi dengan yang baik atau justru hati kita tanpa kita sadari telah mengeras sampai tidak bisa memaafkan. Jangan lupa, minta bantuan Allah untuk melembutkan hati kita dan membimbing kita untuk memaafkan. 


"Dear my dearest another side of mine.. 
Jika kelak, ketika hatimu terluka lagi karena seseorang. Ketika kau telah terlalu kecewa bahkan untuk sekedar bertemu dengan seseorang. Ketika air matamu mengalir begitu saja mengingat apa yang telah ia ucapkan padamu. Ketika rasa perihmu mengalahkan rasa cintamu padanya.
Mungkin kamu perlu melapangkan hati yang sempit, melapangkan dengan seluas-luasnya artinya memaafkan. Kamu perlu memberikan pemahaman yang baik terhadap dirimu sendiri, hingga perasaan kecewa itu dikalahkan oleh pengertian. Kadang tak segala hal perlu kita tau sebabnya, ada kalanya kita hanya perlu menerima dan belajar banyak darinya.
Memaafkan bukanlah untuk orang lain, tapi memaafkan adalah untuk diri kita sendiri. Melepaskan segala rasa sakit dan kecewa, lalu setelahnya kau bisa berdamai dengan dirimu sendiri. Be tough, self. always" :)


Hari ini, saya banyak belajar. Banyak sekali. 


Semarang, 6 Juni 2017.
Satu hari sebelum Ujian Akhir Semester dimulai.

Minggu, 04 Juni 2017

Jeda

Saya pergi bukan karena saya ingin, tapi karena saya harus. Saya tidak ingin jika terus terjebak pada rasa yang seharusnya tidak ada, saya takut ketika tetap bersama, saya semakin sulit mengendalikannya. bukan hanya itu, saya berpikir jauh lebih yang ia tau, saya memikirkan kita.

Saya bukan takut jatuh cinta seperti yang kamu bilang. saya takut, kalau nanti ketika kita terus bersama pada akhirnya sesama manusia yang sudah dewasa, kita akan melakukan hal - hal yang salah. terlebih ketika kita sama - sama tahu kalau ada rasa yang tidak biasa. aku takut logikaku menjadi tumpul jika semakin lama diteruskan, perasaanku belakangan ini tumpah ruah. keinginanku untuk menghabiskan waktu bersamamu jadi semakin besar. Dan saya tau itu salah, harusnya tidak seperti itu.

Saya ingin jatuh cinta dengan dengan ketentuan-Nya. tidak berlandaskan keinginan yang lahir dari nafsu. Saya tidak mau terus menjadi cobaan untuk kamu, begitupun kamu yang menjadi cobaan untuk saya. kita butuh jarak, untuk saling menahan. Saya butuh membentengi hati saya agar tidak lepas kendali. yang ada sekarang hanya rasa khawatir, khawatir kalau terus bersama, kamu akan melemahkan iman saya. begitupun sebaliknya.

Perasaan ini mungkin sudah dapat saya kendalikan, tapi reaksi yang timbul ketika saya bersama kamu adalah sifat natural yang terjadi dalam tubuh saya. perasaan yang menghangat, pipinya yang bersemu, jantung yang berdetak lebih cepat. saya harus bisa mengendalikannya juga, agar semuanya seperti awal lagi, seperti sebelum bulan desember. saat semuanya biasa saja..

 saya butuh jeda. 

There is a sacredness in silence and distance. They are not the mark of weakness, but of power. They speak more eloquently than ten thousand tongues. They are messengers of overwhelming faith, and unspeakable love.

Selasa, 30 Mei 2017

Hati.

Kamu tidak akan patah, yang ada hanya kecewa saja. kamu akan baik - baik saja, kamu masih bisa bekerja dengan normal dan mencintai dengan baik.

yang ia gores hanya perasaan saya, yang ia rusak hanya kepercayaan saya. yang ia hancurkan hanya harapan saya. tapi kamu (akan selalu) baik-baik saja. 

perasaan, kepercayaan dan harapan adalah apa yang saya buat sendiri, ia tidak salah, berhenti menganggap ia salah. saya yang salah, seharusnya sedari awal memang perasaan-perasaan itu tidak saya biarkan tumbuh.

Kamu akan baik- baik saja, tidak akan terluka atau cidera. saya bisa pastikan, tidak akan saya izinkan dia menyentuhmu (lagi), hati.

p.s : Saya rindu sekali menulis. saya sedikit kelelahan dengan semua tugas dan tubes, semester ini benar-benar membuat saya merasa lari marathon sepanjang semester. saya butuh kamu, untuk membuat saya tetap waras. jadi, selamat datang lagi, Widiya. :'33 

Senin, 29 Mei 2017

disappointment.

Entah harus bagaimana saya menerjemahkan perasaan saya ini, yang akhirnya berani saya tulis (dan akan saya publish) sementara perasaan perasaan saya yang lain sebelumnya hanya saya tulis kemudian menjadi tumpukan di kolom draft.

Entah kenapa perasaan ini tiba-tiba hadir, entah sebenarnya akan saya namai apa perasaan yang sedang bergemuruh dalam hati saya ini. rasanya semacam rasa kecewa yang bercampur dengan cemburu. mungkin. ntahlah saya juga tidak paham.

Hari itu, saya melihat semuanya, dengan mata saya sendiri. saya melihat bagaimana kalimat-kalimat di tab chat itu. kalimat yang manis, khas lelaki yang sedang melakukan "pdkt". saya tersenyum, saya merasa "puas" karena akhirnya yang selama ini saya duga benar-benar terbukti, hati saya nergemuruh menyoraki kemenangan ego saya. tapi disisi lain, saya kecewa. iya kekecewaan itu ada, mengetahui bahwa saya memang bukan satu-satunya. ternyata ada dia, dia dan entah ada berapa dia lagi yang tidak saya ketahui.

Saya kira.....
Saya pikir.....
ternyata, ia sama saja. dengan kebanyakan lelaki. 

Saya yang salah karena membiarkan hati saya berharap. berharap kalau kamu akan selalu menunggu saya. lagi - lagi saya salah. ternyata bukan kamu orangnya.

perasaan ini, akan saya biarkan berlalu, sama seperti kata goodbye yang saya ucapkan malam itu. Saya tidak ingin kamu disini lagi saat ini. saya ingin menetralkan apa yang memang seharusnya tidak perlu ada. perasaan ini, harapan ini. 

saya akan membuat keadaannya jadi mudah, dengan mengundurkan diri. biar tinggal dua variabel yang bisa melengkapi disana, saya tidak ingin membuat situasinya menjadi semakin rumit, saya berhenti.

Mungkin ini teguran untuk saya, mungkin ini cara Allah untuk menunjukan, bahwa memang bukan saat ini waktunya, bukan dia orangnya. Nanti, akan ada saatnya, di waktu yang tepat, dengan seseorang yang tepat, yang akan menjadikan saya satu-satunya. Tempat ia pulang, tempat ia berbagi, tempat ia mempercayakan mimpi-mimpinya untuk diwujudkan bersama :) 

sampai jumpa lagi, nanti.

Semarang, 29 Mei 2017.

Sabtu, 23 Agustus 2014

numb.

Aku sedang tidak menyukai siapa siapa, aku sedang tidak mencintai siapa siapa, aku sedang tidak mengharapkan siapa siapa dan aku sedang tidak ingin menunggu siapapun.

Senin, 21 Juli 2014

Bitter.

what would you do when your best is still not enough?

Terimakasih karena kamu sudah begitu kuat. Terimakasih karena kamu tidak menyerah. Terimakasih karena kamu masih mau bertahan, meski saya tahu kamu tidak sanggup lagi. meski saya tahu kamu sudah terlalu letih untuk berjuang lagi. meski saya tahu rasanya sudah begitu sakit, sampai hampir mati rasamu, meski saya tahu, kamu ingin pergi sejauh mungkin. saya tahu rasanya menjadi tidak berharga bahkan untuk dirimu sendiri, saya tahu betul rasanya menjadi seperti sampah. 


Nobody notices your sorrow and your pain but you still stand up with your head up. you hide your sadness very well. it's hard and getting harder right? I know, i know you in deep deep deep pressure and depression. but please, just hold on. just for a while (again). I know you're strong, I know you can trough all of this shit. I believe you can.. please, always remember that the rainbow will come after the rain. Keep your patience. I beg you, wipe your tears, dear. I'm here for you, i will always here. I promise, so do you, you should promise you will always stay, you will always survive, no matter what. Deal?
I know you so well, I know you can trough all of these fuckin pain.
I understand it's very hard and hurts you so much, hanya ingat angin kencang tidak akan menerpa pohon yang kerdil, kamu adalah pohon besar dengan akar yang sangat kuat, dengan batang yang begitu kokoh, God know you're strong. Now, just smile.. and everything will be fine. :)

yang sudah biarlah sudah, ingat mereka.. hidupmu, nafasmu adalah harapan untuk mereka. mereka akan kecewa melihat kamu menangis, jangan cengeng, kamu sudah besar, kamu gak berhak buat mengenal kata menyerah. Ingat mereka menunggumu, sembari terus memberikan doa yang tidak pernah putus. Kamu harus membayar semuanya, segala peluh dan lara mereka. kamu harus sukses, kamu harus tahu diri. kamu tidak boleh menjadi pengecut yang hanya menyalahkan dirimu sendiri dan keadaan, wake up hey! hidup memang bukan hanya perkara menjalani, tapi juga perkara mempertahankan diri dan PENERIMAAN. dan jangan pernah ada satupun yang tanpa izin menyakitimu. termasuk dirimu sendiri dan harapanmu, Widiya.

Beristirahatlah , aku tahu kamu sudah terlalu lelah hari ini. Biar malam menghapus segala sedih dan dukamu, esok kan lebih baik. Selamat tidur. :)

Goodbye Faculty of Medicine.


bicara pada diri, Tsk.
Widiya Ningrum. Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

AmazingCounters.com

Instagram Shots


Instagram

Tumbler