Minggu, 04 Juni 2017

Jeda

Saya pergi bukan karena saya ingin, tapi karena saya harus. Saya tidak ingin jika terus terjebak pada rasa yang seharusnya tidak ada, saya takut ketika tetap bersama, saya semakin sulit mengendalikannya. bukan hanya itu, saya berpikir jauh lebih yang ia tau, saya memikirkan kita.

Saya bukan takut jatuh cinta seperti yang kamu bilang. saya takut, kalau nanti ketika kita terus bersama pada akhirnya sesama manusia yang sudah dewasa, kita akan melakukan hal - hal yang salah. terlebih ketika kita sama - sama tahu kalau ada rasa yang tidak biasa. aku takut logikaku menjadi tumpul jika semakin lama diteruskan, perasaanku belakangan ini tumpah ruah. keinginanku untuk menghabiskan waktu bersamamu jadi semakin besar. Dan saya tau itu salah, harusnya tidak seperti itu.

Saya ingin jatuh cinta dengan dengan ketentuan-Nya. tidak berlandaskan keinginan yang lahir dari nafsu. Saya tidak mau terus menjadi cobaan untuk kamu, begitupun kamu yang menjadi cobaan untuk saya. kita butuh jarak, untuk saling menahan. Saya butuh membentengi hati saya agar tidak lepas kendali. yang ada sekarang hanya rasa khawatir, khawatir kalau terus bersama, kamu akan melemahkan iman saya. begitupun sebaliknya.

Perasaan ini mungkin sudah dapat saya kendalikan, tapi reaksi yang timbul ketika saya bersama kamu adalah sifat natural yang terjadi dalam tubuh saya. perasaan yang menghangat, pipinya yang bersemu, jantung yang berdetak lebih cepat. saya harus bisa mengendalikannya juga, agar semuanya seperti awal lagi, seperti sebelum bulan desember. saat semuanya biasa saja..

 saya butuh jeda. 

There is a sacredness in silence and distance. They are not the mark of weakness, but of power. They speak more eloquently than ten thousand tongues. They are messengers of overwhelming faith, and unspeakable love.

0 komentar:

Posting Komentar

Widiya Ningrum. Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

AmazingCounters.com

Instagram Shots


Instagram

Tumbler