Selasa, 06 Juni 2017

Forgiveness.

"Sebab Dia selalu punya berbagai cara untuk membolak-balikkan hati manusiaNya. Dan membenci, sesungguhnya adalah racun yang perlahan mematikan hati. ikhlaskanlah lah nak, anak mama yang baik" - Mama
Saya selalu belajar untuk menahan diri dengan diam sambil belajar memaafkan, saya menghargai hubungan yang saya punya, yang sudah di bangun. Tapi kata-katanya benar-benar melukai hati saya. dan sialnya, saya adalah orang yang sangat sulit melupakan, terlebih lupa dengan hal - hal yang pernah menyakiti hati. yang membuat saya akhirnya sulit memaafkan.

Sekali lagi. Hari ini, saya semakin memahami–juga memaknai. Tentang alasan mengapa di dalam Al-Qur'an Allah menyuruh kita untuk memaafkan. Bukan meminta maaf. Dan benar saja, ternyata, memaafkan lebih sulit daripada meminta maaf. Jauh lebih sulit. sulit.
"Mintalah izin kepada Allah, mintalah bantuanNya, untuk meringankan dan mengikhlaskan semuanya, nak" terngiang lagi akan kata-kata mama di telepon saat itu
Sejak kemarin saya minta sama Allah. Supaya saya lebih ikhlas. Supaya saya bisa…mengikhlaskan semua perlakuan dan perkataannya kepada saya. Saya minta sama Allah untuk benar-benar memiliki hati yang baik, karena saya yang kemarin belum benar-benar baik kepada orang lain. Seolah memaafkan, tapi masih memupuk benci. dan ya, saya menyadari kalau memaafkan dan mengikhlaskan juga butuh diperjuangkan. :)


------------ Epilog -------------


Sejak kecil, manusia sudah diajarkan untuk menjunjung tinggi harga diri. Selayaknya mahluk yang tidak akan bisa menerima jenis-jenis penindasan. Hingga akhirnya setiap orang akan sibuk untuk tidak menerima dan membalas dendam sebagai bentuk defensif, hingga lupa bagaimana caranya memaafkan. Semahal itu, nilai maaf sekarang. Mungkin karena orang-orang sibuk berteriak bahwa maaf tidak akan cukup untuk mengobati hati yang telah retak, maaf tidak akan membuatnya utuh kembali. mungkin begitu, sama seperti saya sebelumnya.

Kecewa, marah, sedih, dan segala jenis emosi yang lainnya adalah manusiawi. Memaafkan dan mengikhlaskan adalah pilihan. Sebab memaafkan mampu menggerus ego-ego jiwa. Sebab memaafkan mampu menghapus kekhawatiran-kekhawatiran dan kegelisahan-kegelisahan hati. Sebab memaafkan mampu menghargai dan memberi kesempatan seseorang untuk merubah dirinya menjadi yang lebih baik lagi–kedepannya. Memaafkan dan mengikhlaskan memiliki kekuatan super.

Lantas pertanyaannya, kenapa sih kita sulit sekali memaafkan? Saya kira akar masalahnya sudah tentu ada di hati kita. Hati kita yang kurang lapang, sempit, keras, pengap, kurang ‘cahaya’ dan keadaan yang benar-benar membuat kita menjadi sosok yang sulit memaafkan. Padahal manusia itu ladangnya kesalahan. Bahkan diri kita sendiri sudah pasti pernah melakukan kesalahan bahkan menyakiti hati orang lain. Pada akhirnya kita kembali pada kenyataan kalau manusia tidak ada yang sempurna. Kalau mau tentu orang lain ingin sekali tidak berbuat salah, tapi pada suatu waktu orang tersebut berada pada titik khilafnya. Kita pun sama. Kadang kita suka menggerutu kepada orang yang melakukan kesalahan berulang-ulang. Menuduhnya tidak mau belajar, tidak bijak, dan tak sadar kita telah menganggap diri kita lebih baik darinya. Padahal kita bisa saja berlaku sama seperti orang itu di hadapan orang lain. Pada keadaan seperti inilah iman kita diuji ketahanannya, apa benar hati kita sudah terisi dengan yang baik atau justru hati kita tanpa kita sadari telah mengeras sampai tidak bisa memaafkan. Jangan lupa, minta bantuan Allah untuk melembutkan hati kita dan membimbing kita untuk memaafkan. 


"Dear my dearest another side of mine.. 
Jika kelak, ketika hatimu terluka lagi karena seseorang. Ketika kau telah terlalu kecewa bahkan untuk sekedar bertemu dengan seseorang. Ketika air matamu mengalir begitu saja mengingat apa yang telah ia ucapkan padamu. Ketika rasa perihmu mengalahkan rasa cintamu padanya.
Mungkin kamu perlu melapangkan hati yang sempit, melapangkan dengan seluas-luasnya artinya memaafkan. Kamu perlu memberikan pemahaman yang baik terhadap dirimu sendiri, hingga perasaan kecewa itu dikalahkan oleh pengertian. Kadang tak segala hal perlu kita tau sebabnya, ada kalanya kita hanya perlu menerima dan belajar banyak darinya.
Memaafkan bukanlah untuk orang lain, tapi memaafkan adalah untuk diri kita sendiri. Melepaskan segala rasa sakit dan kecewa, lalu setelahnya kau bisa berdamai dengan dirimu sendiri. Be tough, self. always" :)


Hari ini, saya banyak belajar. Banyak sekali. 


Semarang, 6 Juni 2017.
Satu hari sebelum Ujian Akhir Semester dimulai.

Minggu, 04 Juni 2017

Jeda

Saya pergi bukan karena saya ingin, tapi karena saya harus. Saya tidak ingin jika terus terjebak pada rasa yang seharusnya tidak ada, saya takut ketika tetap bersama, saya semakin sulit mengendalikannya. bukan hanya itu, saya berpikir jauh lebih yang ia tau, saya memikirkan kita.

Saya bukan takut jatuh cinta seperti yang kamu bilang. saya takut, kalau nanti ketika kita terus bersama pada akhirnya sesama manusia yang sudah dewasa, kita akan melakukan hal - hal yang salah. terlebih ketika kita sama - sama tahu kalau ada rasa yang tidak biasa. aku takut logikaku menjadi tumpul jika semakin lama diteruskan, perasaanku belakangan ini tumpah ruah. keinginanku untuk menghabiskan waktu bersamamu jadi semakin besar. Dan saya tau itu salah, harusnya tidak seperti itu.

Saya ingin jatuh cinta dengan dengan ketentuan-Nya. tidak berlandaskan keinginan yang lahir dari nafsu. Saya tidak mau terus menjadi cobaan untuk kamu, begitupun kamu yang menjadi cobaan untuk saya. kita butuh jarak, untuk saling menahan. Saya butuh membentengi hati saya agar tidak lepas kendali. yang ada sekarang hanya rasa khawatir, khawatir kalau terus bersama, kamu akan melemahkan iman saya. begitupun sebaliknya.

Perasaan ini mungkin sudah dapat saya kendalikan, tapi reaksi yang timbul ketika saya bersama kamu adalah sifat natural yang terjadi dalam tubuh saya. perasaan yang menghangat, pipinya yang bersemu, jantung yang berdetak lebih cepat. saya harus bisa mengendalikannya juga, agar semuanya seperti awal lagi, seperti sebelum bulan desember. saat semuanya biasa saja..

 saya butuh jeda. 

There is a sacredness in silence and distance. They are not the mark of weakness, but of power. They speak more eloquently than ten thousand tongues. They are messengers of overwhelming faith, and unspeakable love.

Widiya Ningrum. Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

AmazingCounters.com

Instagram Shots


Instagram

Tumbler